PENYEBAB DAN GEJALA SKIZOFRENIA

Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan akibat kelainan otak yang mempengaruhi fungsi otak, perasaan, dan tingkah laku. Seseorang yang mengalami skizofrenia biasanya kesulitan atau bahkan tidak mampu menilai realitas, sehingga tidak mampu membedakan antara kejadian nyata dan tidak nyata atau khayalan. Karena tidak bisa membedakan antara hal yang nyata (real) dan hal tidak nyata (unreal), penderita akan mengalami kebingungan yang luar biasa. Skizofrenia merupakan penyakit otak yang disebabkan karena ketidakseimbangan zat kimia (neurotransmiter) di dalam otak yang membuat terganggunya saraf-saraf otak sehingga menimbulkan salah persepsi.

Penyakit ini dikategorikan sebagai gangguan jiwa psikotik, pada umumnya bisa dilihat dengan ciri hilangnya kemampuan afektif atau respon untuk bersikap dan memberikan penilaian; menarik diri dari hubungan interpersonal atau cenderung menutup diri atau menyendiri; sering diikuti dengan gejala delusi, yaitu keyakinan yang salah dan dipegang teguh tentang sesuatu meskipun tidak memiliki dasar dalam realitas maupun latar belakang budaya, sosial, dan agamanya. Delusi akan menciptakan kondisi seorang penderita untuk melakukan tindakan yang mengacaukan situasi atau tidak wajar. Selain itu, penderita skizofrenia biasanya juga mengalami halusinasi atau gangguan persepsi panca indera, sehingga seolah-olah penderita merasa seperti mendengar bisikan, melihat bayangan, mencium bau tertentu, atau merasa seperti ada sesuatu yang mengganggu tubuhnya. Beberapa pasien akan mengalami kekhawatiran, ketakutan, atau kecemasan yang sangat menggangu padahal sebenarnya sumber kekhawatiran, ketakutan, atau kecemasan tersebut tidak beralasan dan tidak bisa dibuktikan.

Seseorang yang menderita skizofrenia paranoid akan mengalami delusi dan halusinasi yang meneror atau mengintimidasi dirinya. Seperti merasa diawasi terus-menerus, mendapatkan bisikan-bisikan yang bersifat meneror, atau diikuti ketika pergi kemanapun. Halusinasi juga bisa berupa perasaan pernah betemu dengan seseorang, atau akan bertemu seseorang, padahal hal tersebut tidak nyata atau mungkin hanya salah persepsi terhadap sesuatu. Tidak jarang penderita skizofrenia paranoid mengalami delusi yang membuat dirinya meyakini bahwa ia adalah sosok atau figur besar, seperti pemimpin, tokoh agama, panglima perang, nabi, malaikat, bahkan tidak jarang yang meyakini bahwa dirinya adalah Tuhan.

Penyebab Skizofrenia




Skizofrenia disebabkan oleh pengaruh neurobiologis, yang mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan neurotransmiter (zat kimia) di dalam otak, seperti ketidakseimbangan dopamin, yaitu salah satu sel kimia otak.

Belum ada data yang meyakinkan mengenai penyebab terjadinya ketidakseimbangan neurotransmiter. Namun berdasarkan fakta, seseorang yang memiliki sejarah keturunan dari penderita skizofrenia akan memiliki resiko besar untuk mengalami gangguan kejiwaan ini. Selain itu, masalah infeksi pada bayi dalam kandungan atau selama persalinan juga dapat menjadi kemungkinan penyebab skizofrenia. Stres berat dan berkepanjangan yang dialami seseorang juga dapat menjadi faktor pemicu skizofrenia, seperti keinginan atau cita-cita yang tidak tercapai, kesedian yang terlalu mendalam atau terus menerus, tekanan berat, atau konflik berkepanjangan.

Perasaan tegang, kesulitan untuk tidur, mengalami masalah konsentrasi, baik kesulitan berkonsentrasi maupun kesulitan untuk mengalihkan konsentrasi, mengisolasi dan menarik diri, suasana hati yang tidak tenang dan berlarut-larut, juga dapat menjadi pemicu skizofrenia apabila seseorang yang sedang mengalaminya tidak segera keluar dari kondisi-kondisi tersebut.

Stresor lingkungan dan faktor genetik memiliki andil yang besar terhadap serangan skizofrenia. Stresor psikososial terlalu berat juga dapat mengakibatkan seorang yang normal dapat menderita skizofrenia jika mereka tidak mampu mengatasinya. Obat-obatan terlarang, atau ganja juga dapat menimbulkan gejala psikotik.

Gejala Skizofrenia

Gejala skizofrenia pada setiap orang berbeda-beda, karena delusi dan halusinasi yang dialami juga berbeda-beda. Latar belakang kultural maupun agama dapat mempengaruhi bentuk gejala penyakit ini. Secara umum, gejala penyakit ini dibedakan menjadi dua kelas, yaitu gejala positif dan negatif. Gejala positif merupakan manifestasi yang dapat diamati oleh orang lain, seperti gangguan kognitif, delusi, dan halusinasi. Sedangkan gejala negatif sulit atau tidak dapat diamati oleh orang lain, seperti perubahan ketidakmampuan mengekspresikan emosi, tidak ada semangat untuk beraktivitas, tidak dapat menikmati aktivitas kesehariannya, atau berkurangnya kemampuan berbicara (alogia) sehingga kadang terbata-bata.

LOGO TANIJOGONEGORO
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA
Tanijogonegoro On Google Plus